Untuk menampilkan silahkan klik link dibawah ini
IMG_20160118_0001 (Klik Disini)
IMG_20160118_0002 (Klik Disini)
Untuk menampilkan silahkan klik link dibawah ini
IMG_20160118_0001 (Klik Disini)
IMG_20160118_0002 (Klik Disini)
Kisah ini disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir dalam sebuah kajian tafsir di AQL yang membahas tentang surat Al-Baqarah ayat 120-121. Beliau bercerita tentang kisah nyata seorang kakek tua penghafal quran yang membuat jamaah berdecak kagum.
Dalam suatu waktu, ada seorang kakek tua yang hendak dioperasi karena mengalami sakit, dokter menyarankan untuk segera dioperasi demi menyembuhkan penyakitnya. Di luar dugaan, kakek tersebut terisak dalam tangis yang mendalam, dokter pun coba menguatkan dan meyakinkan sang kakek agar kakek tersebut tidak perlu khawatir karena penyakit yang dialaminya akan sembuh atas izin Allah dan tidak perlu khawatir terhadap pelaksanaan operasi karena dokter tersebut sudah berpengalaman untuk operasi penyakit tersebut dan besar sekali kemungkinan keberhasilannya.
Lalu kakek tersebut membalas perkataan dokter tersebut…
“Dok, bukan itu yang saya khawatirkan, insya Allah saya siap dan tak takut untuk menjalani proses operasinya. Saya menangis karena saya sedih, akan banyak waktu yang terbuang saat operasi nanti pastinya, sedangkan saya memiliki kebiasaan untuk murajaah hafalan quran saya 12 juz tiap harinya, saya khawatir tidak dapat menyelesaikan hafalan saya di hari ini karena operasi ini, sebab itulah saya menangis…”
Lalu kakek tersebut melanjutkan dengan pertanyaan “Dok, seberapa lama saya akan dioperasi?”
“Insya Allah hanya 4 jam kek” jawab dokter.
“Kalau begitu, berikan saya waktu di satu jam pertama untuk muraja’ah hafalan quran saya, lalu lanjutkanlah tindakan operasi setelahnya” jawab kakek memberikan solusinya.
Dokter pun menyetujuinya.
Pada satu jam pertama dokter memberikan waktu untuk kakek murajaah hafalannya di ruang operasi, setelah waktu berjalan satu jam, dokter dan timnya melakukan tindakan medis, dibiuslah kakek tersebut dan melaksanakan tindakan operasi.
Operasi tersebut berjalan lancar, tidak ada kendala yang berarti. Allah menolong keduanya.
Setelah kakek tersebut tersadar, dokter yang mengoperasinya tersebut berkata:
“Kek, baru kali ini saya mengalami kejadian yang luar biasa ketika mengoperasi pasien. Setelah satu jam kakek murajaah hafalan quran, kami pun membius kakek, saya yakin sudah tepat dosis bius kepada kakek, saya yakin dosis tersebut akan membuat kakek tak sadarkan diri. Tapi masya Allah, sepanjang operasi kakek tak berhenti sedikitpun membaca quran, seolah obat bius yang kami suntikan tak ada pengaruhnya dan rasa sakit saat operasi tak dirasakan”
Masya Allah… hikmah yang luar biasa yang dapat kita ambil dari kisah tersebut. Bagaimana dengan kita? Sudahkah ada kenikmatan dan kekhusyu’an ketika kita membaca quran? Berapa banyak juz yang kita baca tiap harinya? Berapa banyak ayat quran yang kita hafal tiap harinya? Berapa banyak ayat quran yang kita murajaah tiap harinya dan berapa banyak ayat quran yang kita amalkan tiap harinya???
Sungguh, masih amat sedikit amalan amalan kita.
Orang bijak mengatakan:
“Janganlah takut dengan rezekimu pada hari ini, karena Allah sudah menjamin rezeki bagi orang yang hidup. Khawatir dan takutlah dengan kualitas dan kuantitas amalmu, apakah dapat mengantarkanmu ke surga? Karena tidak ada jaminan dari Allah bahwa kita akan masuk ke dalam Surga-Nya”
Wallahu a’lam bishshawab.
Ada menyeruak perhatian yang begitu besar terhadap kekuatan membaca Al-Qur’an, dan yang terlansir di dalam Al-Qur’an, dan pengajaran Rasulullah. Dan sampai beberapa waktu yang belum lama ini, belum diketahui bagaimana mengetahui dampak Al-Qur’an tersebut kepada manusia. Dan apakah dampak ini berupa dampak biologis ataukah dampak kejiwaan, atakah malah keduanya, biologis dan kejiwaan.
Maka, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kami memulai sebuah penelitian tentang Al-Qur’an dalam pengulangan-pengulangan “Akbar” di kota Panama wilayah Florida. Dan tujuan pertama penelitian ini adalah menemukan dampak yang terjadi pada organ tubuh manusia dan melakukan pengukuran jika memungkinkan. Penelitian ini menggunakan seperangkat peralatan elektronik dengan ditambah komputer untuk mengukur gejala-gejala perubahan fisiologis pada responden selama mereka mendengarkan bacaan Al-Qur’an.
Penelitian dan pengukuran ini dilakukan terhadap sejumlah kelompok manusia:
* Muslimin yang bisa berbahasa Arab.
* Muslimin yang tidak bisa berbahasa Arab
* Non-Islam yang tidak bisa berbahasa Arab.
Pada semua kelompok responden tersebut dibacakan sepotong ayat Al-Qur’an dalam bahasa Arab dan kemudian dibacakan terjemahnya dalam bahasa Inggris.
Dan pada setiap kelompok ini diperoleh data adanya dampak yang bisa ditunjukkan tentang Al-Qur’an, yaitu 97% percobaan berhasil menemukan perubahan dampak tersebut. Dan dampak ini terlihat pada perubahan fisiologis yang ditunjukkan oleh menurunnya kadar tekanan pada syaraf secara sprontanitas. Dan penjelasan hasil penelitian ini aku presentasikan pada sebuah muktamar tahunan ke-17 di Univ. Kedokteran Islam di Amerika bagian utara yang diadakan di kota Sant Louis Wilayah Mizore, Agustus 1984.
Dan benar-benar terlihat pada penelitian permulaan bahwa dampak Al-Qur’an yang kentara pada penurunan tekanan syaraf mungkin bisa dikorelasikan kepada para pekerja: Pekerja pertama adalah suara beberapa ayat Al-Qur’an dalam Bahasa Arab. Hal ini bila pendengarnya adalah orang yang bisa memahami Bahasa Arab atau tidak memahaminya, dan juga kepada siapapun (random). Adapun pekerja kedua adalah makna sepenggal Ayat Al-Qur’an yang sudah dibacakan sebelumnya, sampai walaupun penggalan singkat makna ayat tersebut tanpa sebelumnya mendengarkan bacaan Al-Qur’an dalam Bahasa Arabnya.
Adapun Tahapan kedua adalah penelitian kami pada pengulangan kata “Akbar” untuk membandingkan apakah terdapat dampak Al-Qur’an terhadap perubahan-perubahan fisiologis akibat bacaan Al-Qur’an, dan bukan karena hal-hal lain selain Al-Qur’an semisal suara atau lirik bacaan Al-Qur’an atau karena pengetahun responden bahwasannya yang diperdengarkan kepadanya adalah bagian dari kitab suci atau pun yang lainnya.
Dan tujuan penelitian komparasional ini adalah untuk membuktikan asumsi yang menyatakan bahwa “Kata-kata dalam Al-Qur’an itu sendiri memiliki pengaruh fisiologis hanya bila didengar oleh orang yang memahami Al-Qur’an . Dan penelitian ini semakin menambah jelas dan rincinya hasil penelitian tersebut.
Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah perangkat studi dan evaluasi terhadap tekanan syaraf yang ditambah dengan komputer jenis Medax 2002 (Medical Data Exuizin) yang ditemukan dan dikembangkan oleh Pusat Studi Kesehatan Univ. Boston dan Perusahaan Dafikon di Boston. Perangkat ini mengevaluasi respon-respon perbuatan yang menunjukkan adanya ketegangan melalui salah satu dari dua hal: (i) Perubahan gerak nafas secara langsung melalui komputer, dan (ii) Pengawasan melalui alat evaluasi perubahan-perubahan fisiologis pada tubuh. Perangkat ini sangat lengkap dan menambah semakin menguatkan hasil validitas hasil evaluasi.
Subsekuen:
* Program komputer yang mengandung pengaturan pernafasan dan monitoring perubahan fisiologis dan printer.
* Komputer Apple 2, yaitu dengan dua floppy disk, layar monitor dan printer.
* Perangkat monitoring elektronik yang terdiri atas 4 chanel: 2 canel untuk mengevaluasi elektrisitas listrik dalam otot yang diterjemahkan ke dalam respon-respon gerak syaraf otot; satu chanel untuk memonitor arus balik listrik yang ke kulit; dan satu chanel untuk memonitor besarnya peredaran darah dalam kulit dan banyaknya detak jantung dan suhu badan.
Berdasarkan elektrisitas listrik dalam otot-otot, maka ia semakin bertambah yang menyebabkan bertambahnya cengkeraman otot. Dan untuk memonitor perubahan-perubahan ini menggunakan kabel listrik yang dipasang di salah satu ujung jari tangan.
Adapun monitoring volume darah yang mengalir pada kulit sekaligus memonitor suhu badan, maka hal itu ditunjukkan dengan melebar atau mengecilnya pori-pori kulit. Untuk hal ini, menggunakan kabel listrik yang menyambung di sekitar salah satu jari tangan. Dan tanda perubahan-perubahan volume darah yang mengalir pada kulit terlihat jelas pada layar monitoryang menunjukkan adanya penambahan cepat pada jantung. Dan bersamaan dengan pertambahan ketegangan, pori-pori mengecil, maka mengecil pulalah darah yag mengalir pada kulit, dan suhu badan, dan detak jantung.
Metode dan Keadaan yang digunakan:
Percobaan dilakukan selama 210 kali kepada 5 responden: 3 laki-laki dan 2 perempuan yang berusia antara 40 tahun dan 17 tahun, dan usia pertengahan 22 tahun.
Dan setiap responden tersebut adalah non-muslim dan tidak memahami bahasa Arab. Dan percobaan ini sudah dilakukan selama 42 kesempatan, dimana setiap kesempatannya selama 5 kali, sehingga jumlah keseluruhannya 210 percobaan. Dan dibacakan kepada responden kalimat Al-Qur’an dalam bahasa Arab selama 85 kali, dan 85 kali juga berupa kalimat berbahasa Arab bukan Al-Qur’an. Dan sungguh adanya kejutan/shock pada bacaan-bacaan ini: Bacaan berbahasa Arab (bukan Al-Qur’an) disejajarkan dengan bacaan Al-Qur’an dalam lirik membacanya, melafadzkannya di depan telingga, dan responden tidak mendengar satu ayat Al-Qur’an selama 40 uji-coba. Dan selama diam tersebut, responden ditempatkan dengan posisi duduk santai dan terpejam. Dan posisi seperti ini pulalah yang diterapkan terhadap 170 uji-coba bacaan berbahasa Arab bukan Al-Qur’an.
Dan ujicoba menggunakan bacaan berbahasa Arab bukan Al-Qur’an seperti obat yang tidak manjur dalam bentuk mirip seperti Al-Qur’an, padahal mereka tidak bisa membedakan mana yang bacaan Al-Qur’an dan mana yang bacaan berbahasa Arab bukan Al-Qur’an. Dan tujuannya adalah utuk mengetahui apakah bacaan Al-Qur’an bisa berdampak fisiologis kepada orang yang tidak bisa memahami maknanya. Apabila dampak ini ada (terlihat), maka berarti benar terbukti dan dampak tidak ada pada bacaan berbahasa Arab yang dibaca murottal (seperti bacaan Imam Shalat) pada telinga responden.
Adapun percobaan yang belum diperdengarkan satu ayat Al-Qur’an kepada responden, maka tujuannya adalah untuk mengetahui dampak fisiologis sebagai akibat dari letak/posisi tubuh yang rileks (dengan duduk santai dan mata terpejam).
Dan sungguh telah kelihatan dengan sangat jelas sejak percobaan pertama bahwasannya posisi duduk dan diam serta tidak mendegarkan satu ayat pun, maka ia tidak mengalami perubahan ketegangan apapun. Oleh karena itu, percobaan diringkas pada tahapan terakhir pada penelitian perbandingan terhadap pengaruh bacaan Al-Qur’an dan bacaan bahasa Arab yang dibaca murottal seperti Al-Qur’an terhadap tubuh.
Dan metode pengujiannya adalah dengan melakukan selang-seling bacaan: dibacakan satu bacaan Al-Qur’an, kemudian bacaan vahasa Arab, kemudian Al-Qur’an dan seterusnya atau sebaliknya secara terus menerus.
Dan para responden tahu bahwa bacaan yang didengarnya adalah dua macam: Al-Qur’an dan bukan Al-Qur’an, akan tetapi mereka tidak mampu membedakan antara keduanya, mana yang Al-Qur’an dan mana yang bukan.
Adapun metode monitoring pada setiap percobaan penelitian ini, maka hanya mencukupkan dengan satu chanel yaitu chanel monitoring elektrisitas listrik pada otot-otot, yaitu dengan perangkat Midax sebagaimana kami sebutkan di atas. Alat ini membantu menyampaikan listrik yang ada di dahi.
Dan petunjuk yang sudah dimonitor dan di catat selama percobaan ini mengadung energi listrik skala pertengahan pada otot dibandingkan dengan kadar fluktuasi listrik pada waktu selama percobaan. Dan sepanjang otot untuk mengetahui dan membandingkan persentase energi listrik pada akhir setiap percobaan jika dibandingkan keadaan pada awal percobaan. Dan semua monitoring sudah dideteksi dan dicatat di dalam komputer.
Dan sebab kami mengutamakan metode ini untuk memonitor adalah karena perangkat ini bisa meng-output angka-angka secara rinci yang cocok untuk studi banding, evaluasi dan akuntabel..
Pada satu ayat percobaan, dan satu kelompok percobaan perbandingan lainnya mengandung makna adanya hasil yang positif untuk satu jenis cara yang paling kecil sampai sekecil-kecilnya energi listrik bagi otot. Sebab hal ini merupakan indikator bagusnya kadar fluktuasi ketegangan syaraf, dibandingkan dengan berbagai jenis cara yang digunakan responden tersebut ketika duduk.
Hasil Penelitian
Ada hasil positif 65% percobaan bacaan Al-Qur’an. Dan hal ini menunjukkan bahwa energi listrik yang ada pada otot lebih banyak turun pada percobaan ini. Hal ini ditunjukkan dengan dampak ketegangan syaraf yang terbaca pada monitor, dimana ada dampak hanya 33 % pada responden yang diberi bacaan selain Al-Qur’an.
Pada sejumlah responden, mungkin akan terjadi hasil yang terulang sama, seperti hasil pengujian terhadap mendengar bacaan Al-Qur’an. Oleh karena itu, dilakukan ujicoba dengan diacak dalam memperdengarkannya (antara Al-Qur’an dan bacaan Arab) sehingga diperoleh data atau kesimpulan yang valid.
Pembahasan Hasil Penelitian dan Kesimpulan
Sungguh sudah terlihat jelas hasil-hasil awal penelitian tentang dampak Al-Qur’an pada penelitian terdahulu bahwasanya Al-Qur`an memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap syaraf. dan mungkin bisa dicatat pengaruh ini sebagai satu hal yang terpisah, sebagaimana pengaruh inipun terlihat pada perubahan energi listrik pada otot-otot pada organ tubuh. dan perubah-perubahan yang terjadi pada kulit karena energi listrik, dan perubahan pada peredaran darah, perubahan detak jantung, voleme darah yang mengalir pada kulit, dan suhu badan.
Dan semua perubahan ini menunjukan bahwasanya ada perubahan pada organ-organ syaraf otak secara langsung dan sekaligus mempengaruhi organ tubuh lainnya. Jadi, ditemukan sejumlah kemungkinan yang tak berujung ( tidak diketahui sebab dan musababnya) terhadap perubahan fisiologis yang mungkin disebabkan oleh bacaan Al-Qur`an yang didengarkannya.
Oleh karena itu sudah diketahui oleh umum bahwasanya ketegangan-ketegangan saraf akan berpengaruh kepada dis-fungsi organ tubuh yang dimungkinkan terjadi karena produksi zat kortisol atau zat lainnya ketika merespon gerakan antara saraf otak dan otot. Oleh karena itu pada keadaan ini pengaruh Al-Qur`an terhadap ketegangan saraf akan menyebabkan seluruh badannya akan segar kembali, dimana dengan bagusnya stamina tubuh ini akan menghalau berbagai penyakit atau mengobatinya. Dan hal ini sesuai dengan keadaan penyakit tumor otak atau kanker otak.
Juga, hasil uji coba penelitian ini menunjukan bahwa kalimat-kalimat Al-Qur`an itu sendiri memeliki pengaruh fisiologis terhadap ketegangan organ tubuh secara langsung, apalagi apabila disertai dengan mengetahui maknanya.
Dan perlu untuk disebutkan disini bahwasanya hasil-hasil penelitian yang disebutkan diatas adalah masih terbatas dan dengan responden yang juga terbatas.
[Dievalusi dengan menggunakan perangkat elektronik] Dr. Ahmad Al-Qadhiy (United States of America) alsofwah.
Tidak diragukan lagi, bahwa apabila al-Qur’an diturunkan kepada gunung, maka niscaya ia akan tunduk khusyu terpecah belah dikarenakan takut kepada Allah ta’ala. Sebagaimana firman Allah ta’ala, artinya, “Kalau sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah.Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir”. (QS. al-Hasyr: 21)
Tapi kebanyakan kita manusia yang punya matahati, malah biasa–biasa saja ketika membacanya. Kita tidak menemukan apa yang Allah ta’ala gambarkan pada ayat di atas. Tidak meninggalkan bekas dan hampir tak ada bedanya dengan kita membaca buku cerita atau sejenisnya.
Di mana letak kesalahannya? Padahal kita meyakini bahwa al-Qur’an adalah ayat–ayat Allah ‘azza wajalla yang punya daya pengaruh yang sangat kuat. Jadi tidak ada kemungkinan lain kecuali kesalahan itu ada pada diri kita sendiri dan cara kita berinteraksi dengan al-Qur’an.
Segala sesuatu pasti ada kuncinya. Kunci shalat adalah bersuci, kunci surga adalah kalimat tauhid, kunci kemenangan adalah sabar, dan kunci–kunci yang lain. Begitu juga permasalahan yang kita hadapi ini pasti ada kuncinya. Kunci agar kita khusyu’ ketika membaca al-Qur’an, mentadabburi dan menghayatinya sepenuh hati.
Syaikh Khalid ibn Abdil Karim mencoba mencari dan memaparkan kepada kita sepuluh kunci untuk mentadabburi dan menghayati al-Qur’an. 10 Kunci tersebut yaitu:
Kunci Pertama : Hati yang Cinta al-Qur’an
Sesungguhnya hati ini apabila cinta pada sesuatu, maka dia akan tertambat, selalu ingin bertemu dan rindu padanya. Begitu juga terhadap al-Qur’an. Kalau seseorang sudah cinta padanya, maka dia akan selalu merasa senang membaca dan mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memahami dan menyelami makna yang terkandung di dalamnya. Sebaliknya, kalau tidak ada cinta, maka orang akan sangat sulit menyelami makna–makna al-Qur’an.
Sudahkah kita cinta al-Qur’an? Cinta al-Qur’an mempunyai beberapa tanda, di antaranya :
1. Gembira bila bersua dengannya.
2. Duduk bersanding lama dengannya tanpa bosan.
3. Selalu rindu padanya bila lama tak bertemu, dan selalu berusaha menghilangkan apa pun penghalang antara dia dengannya
4. Selalu minta petunjuknya, percaya dan puas dengan pengarahannya dan selalu merujuk kepadanya dalam setiap masalah hidup yang dihadapinya.
5. Selalu menaati perintah dan larangannya
Kunci Kedua : Meluruskan Tujuan Membaca al-Qur’an.
Ada lima tujuan yang agung ketika membaca Al-Qur’an, yaitu:
1. Mengharapkan pahala.
2. Bermunajat dengan Penciptanya.
3. Berobat.
4. Mendapatkan ilmu.
5. Bertujuan untuk mengamalkannya.
Bilamana seorang muslim membaca al-Qur’an dengan menggabungkan lima tujuan agung ini di dalam hatinya, maka pahalanya akan lebih besar dan manfaatnya akan lebih banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan” (HR. al-Bukhari), maka setiap kali niat itu lebih ikhlas, lebih murni, lebih tinggi nilainya sehingga pahala dan hasilnya pun akan lebih besar.
Kunci Ketiga : Shalat Malam Bersama al-Qur’an
Maksudnya adalah kita membaca al-Qur’an ketika shalat malam. Ini adalah termasuk kunci yang paling utama untuk bisa mentadabburi al-Qur’an dengan baik. Banyak sekali dalil yang menunjukkan penting dan utamanya shalat malam, yang di dalamnya bacaan al-Qur’an lebih bermakna. Di antaranya adalah firman Allah, artinya, “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isra : 79)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang ahli al-Qur’an mengamalkannya, dia baca al-Qur’an di malam dan siang hari, niscaya hafalannya terjaga. Tapi kalau ia tinggalkan maka hilanglah hafalannya”. (HR. Muslim)
Kunci Keempat : Membacanya di malam hari.
Waktu malam, menjelang fajar merupakan waktu yang sangat baik untuk menghayati dan merenungi ayat–ayat al-Qur’an. Karena waktu itu adalah waktu yang barokah, saat Allah subhanahu wata’ala turun ke langit dunia dan dibukanya pintu–pintu langit. Juga waktu tersebut merupakan waktu yang tenang dan sunyi. Firman Allah subhanahu wata’ala, artinya, “Dan pada sebagian malam hari shalat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabbmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (QS. al-Isra : 79). Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala artinya, “Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan”. (QS. al Muzzammil : 6)
Ibnu ‘Abbas rodiyallahu ‘anhu dalam hal baca al-Qur’an di malam hari ini berkata, “Itu lebih mudah untuk memahami al-Qur’an”.
Kunci Kelima: Mengkhatamkan al-Qur’an Perpekan
Inilah yang diamalkan oleh kebanyakan Sahabat dan para Salafus Shalih. Mereka adalah orang–orang yang paling menghayati dan mengamalkan ayat–ayat al-Qur’an. Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu berkata, ”Janganlah al-Qur’an itu dikhatamkan kurang dari tiga hari. Khatamkanlah dalam tujuh hari sekali, dan hendaklah dijaga hizbnya (tanda penunjuk bacaannya)”
Kunci Keenam : Membacanya Melalui Hafalan
Orang yang hafal al-Qur’an, dia lebih mudah untuk merenungi dan menghayati al-Qur’an, karena al-Qur’an telah mendarah daging di dalam dirinya dan mudah untuk menghadirkannya kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mencela orang yang sama sekali tidak hafal al-Qur’an. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada al-Qur’an walaupun sedikit, seperti rumah yang telah usang” (HR. at-Tirmidzi, “Hadits Hasan”)
Kunci Ketujuh : Mengulang – ulang Ayat yang Dibaca.
Tujuan diulang–ulangnya ayat adalah untuk memahami ayat yang dibaca. Lebih sering diulang, maka pemahaman dan penghayatan akan lebih dalam. Para Salafussalih dahulu selalu mengulang ayat–ayat yang mereka baca, mengikuti suri tauladan mereka, yaitu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam. Abu Dzar radiyallahu ‘anhu menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat malam hingga shubuh dengan mengulang-ulang satu ayat, yaitu ayat yangartinya, “Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, se-sungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Maidah :118)
Kunci Kedelapan : Mengkaitkan al-Qur’an Dengan Makna dan Realita Kehidupan.
Maksudnya adalah selalu mengaitkan apa yang kita baca dari al-Qur’an dengan makna di kehidupan nyata kita sehari–hari. Apapun yang kita temukan di kehidupan kita, kita selalu ingat al-Qur’an dan mengaitkan dengannya. Dengan ini al-Qur’an selalu ada di dalam jiwa kita, hidup dan mendarah daging.
Kunci Kesembilan : Membaca al-Qur’an Secara Tartil.
Membaca tartil artinya membaca dengan perlahan tidak tergesa-gesa, sehingga pembaca bisa memahami dan menghayatinya. Allah ‘azza wajalla telah memerintahkan kita semua untuk membaca al-Qur’an dengan tartil. “Dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan” (QS. al-Muzzammil :5)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini, “Maksudnya adalah: bacalah dengan pelan dan tidak tergesa-gesa, karena yang seperti itu membantu sekali dalam memahami dan menghayati al-Qur’an”.
Kunci Kesepuluh: Mengeraskan Bacaan Al-Qur’an.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam telah memerintahkan kita umatnya agar memperbagus lantunan al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya. Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda, “Bukanlah termasuk dari golongan kami orang yang tidak melantunkan al-Qur’an dengan mengeraskan bacaannya”(HR. Bukhari dan yang lainnya)
Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhuma berkata kepada orang yang membaca al-Qur’an dengan cepat, “Kalau kamu baca al-Qur’an, maka bacalah dengan bacaan yang bisa didengar telingamu dan difahami matahatimu”.
Semoga kita semua bisa memahami, menghayati, mentadabburi, dan mengamalkan ayat – ayat al-Qur’an. Dan semoga kita mendapatkan syafaat dari Al-Qur’an. Amin. Wallahu A’lam.
(Abdush Shamad. Sumber: Disarikan dari kitab : Mafatih Tadabbur Al-Qur’an , Syaikh Khalid ibn Abdil Karim. alsofwah) www.kajianislam.com
Syaikh Muhammad Ya’qub berkata :
“Aku pernah duduk bersama seseorang yang termasuk dari kalangan konglomerat yang ternama. Kemudian ia bercerita kepada ku : “Wahai Syaikh, apakah engkau mengetahui bahwa dahulu aku pernah menghafal al-Quran Al-Karim seluruhnya. Hal itu karena dahulu orangtuaku selalu memaksaku untuk menghafalnya hingga akhirnya aku pun dapat menghafalkan nya. Namun, aku sebenarnya tidak mencintai al-Quran sedikitpun. La Haula wa La Quwata Ila Billah, justru yang aku rasakan al-Quran adalah kesedihan bagi hatiku.
Aku seringkali berangan – angan agar aku bisa mengendarai mobil, kemudian aku dapat tinggal di villa dan memiliki sebuah pabrik. Aku tidak menginginkan al-Quran, aku ingin menjadi kaya, aku ingin menjadi raja dan aku ingin…. aku ingin… aku ingin…”
Kemudian laki – laki itu melanjutkan ceritanya : “Pada suatu malam, aku bermimpi dan ku lihat dalam mimpiku sebuah hal yang aneh. Aku memegang mushaf dan mendekapnya ke dadaku dengan erat dan penuh rasa cinta, kemudian datanglah seorang laki laki dan beliau mengambil al-Quran dariku dengan kasar dan kuat.
Pada pagi harinya, aku tidak dapat mengingat al-Quran walaupun satu huruf sekalipun. Kemudian aku meneruskan pendidikan ku ke jenjang perguruan tinggi jurusan bisnis. Setelah itu semua, Allah membukakan bagiku dunia berupa harta dan benda yang berlimpah.
Demi Allah, Demi Allah, aku tidak perlu berdusta. Sungguh telah berlalu 10 tahun lamanya, sementara aku kini berusia 68 tahun, aku tidak dapat merasakan nikmatnya tidur, kecuali setelah badanku terasa lelah karena menangis dan meratap, menyesali diriku dengan apa yang telah aku lakukan terhadap al-Quran. Sekarang wahai Syaikh, aku tidak mampu menghafal al-Quran walaupun hanya satu ayat saja dan yang lebih parahnya lagi aku tidak mampu membaca walaupun hanya satu ayat. La Haula wa La Quwata Ilaa Billah.”
[Agar Anak Mudah Menghafal al-Quran hal 166-167, Hamdan Hamud Al-Hajiri. cet Darus Sunnah]
Siapa yang membenci al-Quran, maka Allah Subhanahu wa ta’ala tidak membutuhkan nya?
“Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2)
Sumber: Prima Ibnu Firdaus Al-Mirluny Diarsipkan: www.faisalchoir.blogspot.com
Apa yang akan Anda baca bukanlah cerita karangan atau kisah khayal. Ini adalah pengalaman pribadi seorang da’i Arab Saudi, Syaikh Umar bin Muqbil hafizhahullah, yang berkisah tentang orang tua ahli ibadah. Orang tua yang begitu cinta dengan Alquran. Orang tua yang tidak hendak berharap dunia dengan anugerah penglihatannya, ia hanya berharap bisa memanfaatkan kedua matanya untuk memandangi kalam Rabbnya. Ia adalah Bapak Shaleh Abid. Kira-kira 10 tahun Syaikh Umar Muqbil dan Pak Shaleh sering bersama dan menjalin hubungan dekat.
Syaikh Umar mengisahkan, “Aku dekat dengan Pak Shaleh kurang lebih selama 10 tahun. Sejak aku bertugas menjadi khatib di Markaz Raudhah al-Hasu, di wilayah Qashim, Arab Saudi. Pak Shaleh adalah seorang yang dihormati di tengah keluarganya. Ia juga merupakan seorang figur dalam masalah agama bagi mereka. Sekarang, sudah 5 tahun beliau wafat. Meninggalkan kami semua”, ungkap Syaikh Umar membuka kisahnya.
“Menurutku, sangat jarang orang sepertinya. Di kalangan keluarganya pun ia teramat istimewa. Sangat pantas menjadi teladan. Sosoknya mengingatkanku kepada generasi terdahulu umat ini”.
Ia melanjutkan, “Pak Shaleh termasuk orang yang paling banyak membaca Alquran yang pernah aku lihat. Walaupun ia bukan seorang yang dikenal mengkhususkan diri dengan ilmu agama. Namun amalannya mendekati kebiasaan para ulama”,
“Ia terbiasa mengkhatamkan 30 juz Alquran hanya dalam tiga hari. Suaranya lantang dan menggema ketika membaca kalam Ilahi itu. Mungkin, orang-orang yang berada di halaman masjid pun dapat mendengar lantunan tilawahnya. Itulah kebiasaannya. Mengangkat suara ketika bertilawah”,
“Aku senang sekali duduk-duduk bersamanya. Berdekatan dengannya adalah momen luar biasa bagi para juru dakwah dan juga bagi pelajar ilmu agama”. Menurut Syaikh Umar, Pak Shaleh sangat menghargai orang yang duduk bersamanya. Ia terlihat begitu bahagia melayani lawan bicara. Sehingga kebahagiaannya merambat ke sekelilingnya, membuat orang lain turut berbahagia. Menularkan energi positif yang menghilangkan duka dan gelayut pikiran tidak nyaman karena beban kehidupan. Syaikh Umar mengatakan, “Kebahagiaan yang ia pancarkan tatkala duduk-duduk bersama bagaikan perasaan seorang pengantin. Kesan itulah yang kutangkap tiap kali kulihat dia. Keceriaan begitu memancar dari wajahnya”.
“Ia mudah tersentuh dan meneteskan air mata. Jika Anda bercerita kepadanya tentang kisah-kisah orang-orang shaleh, maka ia dengan mudah menangis (mengingat mereka). Atau bisa pula Anda ceritakan tentang kenikmatan surga. Atau adzab neraka. Atau ceritakan saja padanya tentang sirah Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya”.
Di akhir hayatnya, ia mendapatkan beberapa cobaan:
Pertama: istrinya wafat sebelum mencapai usia 40 tahun.
Kedua: penyakit silih berganti dideritanya sejak 5 tahun sebelum wafat. Sampai-sampai menyebabkan sedikit tidur.
Ketiga: di antara cobaan yang paling berat yang ia rasakan adalah fungsi indera penglihatannya yang melemah. Sampai-sampai ia butuh seseorang yang menuntunnya. Hal itu pula yang menghalanginya untuk membaca Alquran dari mush-hafnya.
Aku datang menjenguknya. Membesuknya tatkala suatu cairan di mata menghalangi pandangannya. Ia menangis hingga aku pun menangis. Aku bertanya, “Bagaimana keadaanmu wahai Abu Abdillah?”
Ia menjawab, “Cairan ini menutupi pandanganku hingga aku tidak mampu membaca Alquran”, demikianlah ia ungkapkan kesedihannya kepadaku dengan bahasa ‘amiyah.
Kemudian ia melanjutkan, “Demi Allah wahai Abu Abdillah (kun-yah yang sama), aku tidak menginginkan dunia dengan penglihatanku. Aku hanya ingin membaca Alquran yang membuat dadaku menjadi lapang. Kalau penglihatanku sudah hilang, apalagi yang aku inginkan dari dunia ini”, ungkapnya dengan air mata berlinangan membasahi janggutnya.
Kukatakan padanya, “Pak Shaleh, bergembiralah.. Sungguh Nabi ﷺ pernah bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu,
إذا مرض العبدُ أو سافر كُتب له ما كان يعمل صحيحا مقيماً
“Apabila seorang hamba sakit atau bersafar, dicatatkan untuknya apa yang biasa ia lakukan tatkala sehat dan muqim.” (HR. al-Bukhari No. 2996).
Berbahagialah.. karena pahala bacaan Alquran-mu tetap mengalir bi-idznillah walaupun engkau sekarang tidak mampu membacanya karena cairan yang ada di matamu menghalangimu darinya. Percayalah akan janji Rasulullah ﷺ.
Dengan suara bergetar ia memotong ucapanku. Dengan suara yang tulus bercampur air mata ia berkata, “Tapi, aku hanya hafal beberapa juz saja. Dulu aku pernah menyetorkan hafalanku kepada Syaikh Ibnu Salimullah yarhamuhu. Aku sangat ingin menyempurnakannya. Dan aku tidak tau kapan kiranya aku wafat”.
Aku menjawab, “Berdoalah kepada Allah, semoga Allah menghilangkan cairan yang ada di matamu. Bergembiralah…”
“Jujur, saat itu aku mengatakan perkataan ini dengan ringan begitu saja”, kata Syaikh Umar. Ia mengucapkan nasihat itu hanya sebagai kalimat penghibur, meringankan bebannya dan melapangkan dadanya. “Bukan berarti aku meragukan kehebatan takdir Allah. Hanya saja lemahnya iman dan keyakinanku kala itu. Karena, jarang sekali orang yang buta bisa melihat kembali”, sambungnya.
“Aku pun mohon izin darinya. Dari lelaki tua yang tengah membasahi lisannya dengan ucapan istirja’ inna lillahi wa inna ilaihi raji’un… la haula wala quwwata illa billah…”
Kemudian waktu pun berlalu. Aku tidak tahu pasti, satu bulan ataukah lebih. Kutemui ia sebagaimana kebiasaanku setelah menyampaikan khotbah Jumat. Kulihat wajahnya berseri bahagia. Kalimat-kalimatnya terburai, bertaut-taut saling susul-susul menyusul, keluar dari mulutnya. Ia hendak berbagi kegembiraan denganku. “Aku beri tahu kabar gembira padamu wahai Abu Abdillah… akan kuberi tahu kabar gembira untukmu wahai Abu Abdillah… cairan yang ada di mataku telah hilang. Allah telah mengabulkan doaku”, ia mengucapkan kabar tersebut seakan seluruh gudang harta dunia menjadi miliknya.
Sekelabat lintasan-lintasan pikiran melayang di benakku. Aku tidak bisa mengungkapkan apa yang aku rasakan. Aku berpikir tentang hebatnya keyakinan muwahhid (orang yang yakin kepada Allah) ini. Aku takjub tentang bagaimana Allah mengabulkan doanya. Sebagaimana ia mengabulkan doa istri Ibrahim al-Kholil ‘alaihissalam. Kemudian menangisi betapa lemah iman dan keyakinanku.
Aku dipertemukan dengan seorang muwahhid, dengan kejadian hebat seperti ini. Sebuah pelajaran, pelajaran yang tidak aku dapatkan dari sebagian ulama; baik di buku-buku mereka ataupun kujumpai dalam amalan mereka semoga Allah merahmati mereka semua. Di tengah kebisuan dan lintasan pikiran itu, tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali hanya ikut larut dalam kebahagiannya. Karena aku mencintainya. Cinta seorang anak kepada ayahnya.
Setelah itu, kulihat ia isi akhir hayatnya dengan penghambaan dan kesungguhan dalam ketaatan kepada Allah hingga maut menjemputnya.
Semoga Allah merahmati ahli ibadah ini, Abu Abdillah Abdurrahman bin Jam’an bin Dhawi asy-Syatili al-Mithri. Semoga Allah dengan rahmat dan kasih sayangnya mengumpulkannya bersama kita semua dalam Surga Firdaus, surga tertinggi. Dan semoga Allah merahmati mereka hamba-hamba Allah yang mengucapkan amin…
Sumber:
–
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)
Artikel www.KisahMuslim.com
Pertanyaan :
Apakah mungkin bagi seorang pelajar yang lemah kecerdasannya untuk menghafal Al Qur’an?
Jawaban :
Sebagian para pelajar ragu terhadap diri mereka sendiri bahwasanya mereka tidak mampu menghafal Al Qur;an disebabkan karena persiapan kecerdasan mereka yang lemah, atau sebagian para pelajar cerdas namun meninggalkan Al Qur’an dan tidak menghafalnya, akan tetapi kita katakan:
Memungkinkan bagi pelajar yang lemah kecerdasannya untuk menghafal Al Qur’an dengan cara membatasi diri dalam sehari sesuai dengan kemampuannya. Kemudian muraja’ah (mengulang kembali) hafalan hari yang lalu dan mengikat hafalan yang lalu dengan yang selanjutnya, maka dia menghafal Al Qur;an sesuai dengan kadar kemampuannya.
Manakala pelajar tersebut memiliki kesungguhan yang besar, dia akan mendapatkan pahala yang besar sesuai dengan tingkat kesungguh sungguhan dan ketekunan mereka. Dan betapa banyak mereka yang lemah tingkat kecerdasannya hafal Kitab Allah sementara mereka bukanlah orang orang yang cerdas.
Untuk mendapatkan manfaat bagi pelajar yang lemah kecerdasannya, orang yang sudah tua umurnya dan pekerja yang sibuk, untuk memulai menghafal dari Juz ‘Amma (Juz 30) kemudia Juz Tabaarak (Juz 29), demikianlah, mereka memulai hafalan yang paling mudahm dan dengan hal ini mereka membiasakan diri untuk menghafal hingga sampai pada surat surat yang panjang.
***
artikel muslimah.or.id
Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Pertanyaan:
Saya ingin menghafal Kitabullah, maka apa nashihat anda untuk mewujudkannya?
Jawaban :
Kami nasihatkan kepada Anda secara umum dengan beberapa hal:
خيركم من تعلّم القرآن و علّمه
“Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari AlQur;a dan mengajarkanny.” (HR Bukhari)
***
artikel muslimah.or.id
Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Pertanyaan
Berapa lamakah seorang pelajar menghabiskan waktu untuk menghafal Kitabullah?
Jawaban
Seorang pelajar dalam menghafal AlQur’an membutuhkan waktu yang berbeda beda, sesuai dengan perbedaan kecerdasan dan kemampuan pelajar tersebut. Pelajar yang cerdas mampu menghafal Al-Qur’an Al-Kariim selama tidak kurang 4 bulan dengan syarat pelajar tersebut memusatkan dan mencurahkan seluruh tenaga dan waktunya untuk menghafal Kitabullah dengan sungguh sungguh.
Adapun untuk pelajar yang tingkat kecerdasannya sedang, membutuhkan waktu 1 tahun untuk menghafal Al Qur’an. Sedangkan pelajar yang lemah tingkat kecerdasannya membutuhkan waktu sesuai tingkat kesungguhan dan kemampuannya. Dan tidak ada batasan waktu tertentu.
Pertanyaan
Apakah memahami makna dan kata kata merupakan syarat bagi orang yang membaca AlQur’an?
Jawaban
Tidak diragukan lagi bahwa merenung dan memahami makna makna Al Qur’an merupakan tingkatan yang paling tinggi dan hal inilah yang diinginkan dan dituntut. Akan tetapi orang yang membaca Kitabullah (dengan) tidak mengetahui artinya bukan berarti (kemudian) dia meninggalkan bacaan AlQur’an dan hafalannya. Maka membaca Al Qur’an itu ibadah, terlepas dari tadabbur (merenungkan maknanya). Allah ‘azza wa jalla berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata” Ali Imran : 164
Di dalam ayat ini diketahui bahwa berbeda antara membaca dan mempelajari maknanya. Firman Allah “yang membacakan kepada mereka ayat ayat Allah” dan Firman-Nya : “dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah.” Sebagaimana yang telah ma’ruf bahwa bacaan satu huruf dari Kitabullah merupakan satu kebaikan. Dan diantara huruf huruf ini adalah huruf huruf yang terpisah, yang tidak ada seorang pun yang mengetahui maknanya menurut pendapat yang shahih. Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda,
“Barang siapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya kebaikan sepuluh kali lipat, aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, Mim satu huruf.” (Shahih HR.Tirmidzi)
Dan Rasulullah –shalallahu ‘alayhi wa sallam– tidak memberi syarat kepada orang yang membaca Al-Qur’an untuk memahami makna-makna dari huruf huruf (yang dibaca) terlebih dahulu agar dirinya mendapatkan pahala. Hal tersebut diperjelas dengan banyaknya orang orang Ajm (orang orang yang bukan arab) mereka tidak mengetahui makna Al Qur’an Al Karim dan tidak mengetahui makna Al Fatihah, bersamaan dengan itu tidak ada satupun dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa shalat mereka bathil (tidak sah) dengan sebab mereka tidak paham terhadap makna Al Quran Al Karim. Sebagaimana tidak pantas bagi mereka menghafal kitab Allah ‘azza wa jalla.
***
artikel muslimah.or.id
Disalin dari buku Keajaiban Hafalan – Bimbingan bagi yang ingin menghafal Al Qur’an oleh Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani Muhammad Taqiyul Islam. Pustaka Al Haura’
Pertanyaan :
Perkara apakah yang pertama kali yang harus dilakukan orang yang ingin menghafal Al Qur’an?
Jawaban :
Merupakan satu keharusan bagi seseorang yang beramal dengan suatu amalan adalah menghikhlaskan amalan itu karena Allah subhanahu wa ta’aala. Allah berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak diperintah melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya mengikhlaskan amalan itu karena-Nya.” (Qs. Al Bayinah : 5)
Kemudian bersungguh sungguh untuk meluruskan niat dan tujuannya, karena amalan tanpa ikhlas tidak akan diterima disisi Allah. Rasulullah –shalallahu ‘alayhi wa sallam– bersabda:
إنّ الله عزّ و جلّ لا يقبل من العمل إلّا ما كان خالصا و ابتغي به وجه الله
“Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla tidak akan menerima amalan kecuali ikhlas dan mengharap Wajah Allah” (Diriwayatkan An Nasaa’i dan Al Hafidz Ibnu Hajar berkata sanadnya bagus)
Menghafal kitabullah termasuk amalan dan ibadah yang paling tinggi dan paling utama maka harus ikhlas karena wajah Allah dan mengharapkan negeri akhirat, bukan karena ingin pujian manusia, pamer dan ingin terkenal. Sesungguhnya barang siapa yang tidak ikhlas karena Allah maka dia berdosa dan berhak mendapatkan hukuman, sebagaimana terdapat (dalam riwayat) tentang orang yang pertama kali dinyalakan api neraka untuknya yaitu orang yang menghafal AlQur’an agar dikatakan sebagai Qori’
Dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu– dia berkata, Rasulullah –shalallahu ‘alayhi wa sallam– bersabda:
أنا أغني الشركاء عن الشرك, فمن عمل عملا أشرك فيه غيري معي تركته و شركه
“Allah ‘azza wa jalla berfirman: Aku paling tidak butuh pada sekutu maka barangsiapa mengerjakan amalan dalam keadaan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dan hendaklah seorang muslim bersemangat untuk menjad ahli Al Qur’an. Mereka itulahAhlullah dan orang orang yang istimewa-Nya. Dan hendaklah mereka menjadi sebaik-baik manusia, dimana Nabi –shalallahu ‘alayhi wa sallam– memuji mereka sebagaimana dalam hadits yang shahih, beliau bersabda:
خيركم من تعلّم القرآن و علّمه
“Sebaik baik kalian adalah orang yang mempelajari AlQur;a dan mengajarkanny.” (HR Bukhari)
***
artikel muslimah.or.id
Diambil dari kumpulan pertanyaan yang ada di dalam benak orang-orang yang ingin menghafal Al Qur’an yang ditulis oleh Muhammad Taqiyyul Islam dalam buku beliau : الأجوابة الحسان لمن أراد بحفظ القرآن